Minggu, 16 Desember 2012

Wafatnya H. Hasyim Yamani



Berangkat dari perjalanan yang begitu panjang, diatas puncak yang begitu gemilang, diatas kesuksesan yang beliau raih selama berada di Peniraman, dan pengorbanan untuk bertahan hidup yang begitu sulit, yang kemudian menemukan sebuah kehidupan yang layak lagi mapan, membuat H. Hasyim Yamani (meninggal pada tahun 1977 M) harus pulang ke tempat asal (tanah), dan dibaringkan di sebelah kanan Kiyai Haji Fathul Bari (meninggal pada tahun 1960 M) dan disebelah kiri Habib Muhammad al-Kadrie (meninggal pada tahun 1975 M.) yang terletak di Desa Peniraman Kabupaten Pontianak.
Munayeh[1] mengatakan, “ sebelum beliau meninggal, kondisi kesehatannya memang tidak setabil, dikarnakan demam yang tinggi sehingga dari hidung beliau sering mengalirkan lendir, dan matanya menangis”. Munayeh menambahkan, “sakit beliau itu diderita selama satu minggu, dan ketika akan meninggal, di Masjid yang beliau dirikan terdapat cahaya yang turun dari langit. Cahaya itu turun menjelang subuh dan tidak lama kemudian H. Hasyim Yamani pun meninggal”. Banyak orang-orang yang tidak percaya atas meninggalnya beliau, mulai dari kaum muda hingga kaum dewasa. Meninggalnya beliau seakan-akan menjadi pertanyaan besar, namun itu adalah kehendak yang diatas, seperti dalam Firman Allah yang artinya “Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan kematian”[2].
Ratapan tangis yang tidak dapat ditahan dan dirasakan, cucuran air mata yang tak terbendung yang membasahi pipi dan baju dari keluarga, sahabat maupun orang-orang yang menyaksikan pemakaman H. Hasyim Yamani. Beliau yang begitu penyantun, berbudi luhur, dan terkenal dimana-mana harus pulang ke rahmatullah.
Subir[3] mengatakan, “ hari pertama hingga 40 hari beliau meninggal, ratusan orang berdatangan dari berbagai daerah, seperti: Sui Bakau Besar, Sui Pinyuh, Sui Purun, Nusapati, bahkan orang-orang berdatangan dari luar Kabupaten Pontianak”.
pasca meninggal, hanya ada kenangan yang masih tersirat didalam benak orang-orang yang tau mengenai beliau. Dan Cuma ada nama yang masih dikenang oleh sebagian kelompok orang, Seperti yang telah pepatah katakan, “ gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama baik untuk dikenang”.
Pasca meninggalnya beliau, Harta-harta beliau hilang entah kemana. Dari lahan yang begitu luas hingga gunungpun menjadi persengketaan bagi orang-orang yang saling berebutan dan saling memiliki. Beliau tidak mempunyai ahli waris, beliau memang tidak dikaruniakan anak oleh sang Maha Kuasa. Tidak ada yang berhak untuk menghalangi orang-orang yang saling berebutan walaupun dari kalangan keluarga sendiri. Beliau tidak memiliki sertifikat atas lahan dan gunung tersebut.
Jika saat lebaran tiba, baik itu lebaran idhul fitri maupun idhul adha, mulai dari lebaran kedua hingga ketujuh, hampir dari seluruh penduduk Kalimantan Barat berziarah ke makam beliau maupun makam KH. Fathul. Sampai saat inipun tiada henti-hentinya bagi orang yang pergi untuk berziarah.


[1]. Munayeh adalah anak dari H. Cholil/ Mbah Halil. Sedangkan Mbah Halil spupu dari H. Hasyim Yamani
[2] . Al-Quran surah
[3]. Subir adalah anak dari Munayeh. Sedangkan Munayeh adalah anak dari H. Cholil. H. Cholil sendiri masih sepupu h. Hasyim Yamani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar